ECO NO MY
(Ekologi Bukan Milikku)
Seiring
dengan semakin tuanya usia bumi, perkambangan ekonomi pun semakin meningkat.
Negara-negara industri saling bersaing menunjukkan kekuatan ekonomi mereka
masing-masing. Mungkin, prinsip ekonomi klasik masih tersisa dalam cara berfikir
mereka. Bagaimana tidak, perkembangan industri mereka tidak memperhitungkan
nilai-nilai ekologi yang mereka rusak bahkan dimusnahkan.
Mungkin
tidak salah ketika saya mengungkapkan sebuah teori bahwa “Ekonomi mengalahkan
Ekologi dalam pembangunan”. Masih sangat jarang ada kebijakan tentang
melibatkan ahli-ahli ekologi dan lingkungan dalam pembangunan. Buktinya, saat
ini masih banyak industri-industri yang memiliki AMDAL, namun masih melakukan
aktifitas pembuangan limbah yang tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku
dan memberi dampak buruk pada lingkungan. Apakah AMDAL tersebut hanya sekedar
pelengkap dokumen untuk memperoleh izin usaha ? (Tanya si ANU). Sisi lemah
dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol adalah
penegakan hukum. Pesatnya pembangunan nasional yang dilaksanakan yang tujuannya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak diimbangi dengan ketaatan aturan
oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang mestinya
sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan dan mengelola usaha dan
atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup,
sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan.
Kerusakan hutan di Indonesia adalah
sekian dari krisis ekologi yang disebabkan oleh orientasi pembangunan yang
tidak berwawasan lingkungan atau sama sekali tidak sesuai dengan tujuan
pembangunan berkelanjutan (Sustainable
Development Goals [SDGs]) yang selalu digadang-gadang oleh PBB. Strategi
pembangunan yang mengedepankan ekologi dan sosial masih di tanggapi dengan
sikap pesimistis oleh sebagian pemerintah. Pasalnya, dunia saat ini berada
dalam cengkeraman global kapitalisme yang justru menempakan ekonomi sebagai
yang utama.
“Mengerikan jika kita harus melawan pemerintah kita sendiri untuk
menyelamatkan lingkungan”
Ansel Adams, Fotografer dari Amerika Serikat
(1902-1984)
Negara-negara
ujuk gigi dalam memamerkan kekuatan ekonomi mereka dengan mengeksploitasi
sumber daya alam di wilayah mereka tanpa mempertimbangkan kondisi-kondisi
ekologi lingkungan sekitar. Dalam pengelolaan lingkungan hidup pandangan kita
bersifat antroposentris, yaitu melihat permasalahannya dari sudut kepentingan
manusia. Walaupun tumbuhan, hewan dan unsur tak hidup diperhatikan, namun
perhatian itu secara eksplisit atau implisit dihubungkan dengan kepentingan
manusia.
Muara
dari semua masalah lingkungan adalah pembangunan yang dilakukan tanpa
memperhatikan faktor keseimbangan lingkungan yang pada gilirannya akan merusak
lingkungan hidup. Pembangunan kawasan pemukiman, industri atau perkebunan
seringkali mengabaikan kelestarian lingkungan hidup dan hanya mempertimbangkan
aspek keuntungan ekonomi semata (Ekonomi mengalahkan Ekologi). Sebagai
akibatnya, terjadi kerusakan lingkungan yang memicu terjadinya bencana. Lebih
lanjut, kesalahan pengelolaan lingkungan paling tidak dapat disebabkan oleh
berbagai faktor seperti tingkat pendidikan, masalah ekonomi, pola hidup,
kelemahan sistem peraturan perundangan dan lemahnya pengawasan terhadap
pengelolaan lingkungan.
Krisis sosio-ekologi yang terjadi di
Indonesia adalah akibat dari pembangunan yang masih bertumpu pada cara
berfikir ekonomi klasik yang menjadikan alam sebagai target sasaran untuk
dieksploitasi sedangkan paradigma pembangunan yang berdimensi ekosentrik dimana
hubungan antara subjek dan objek pembangunan bersifat berkelajutan masih belum
diterapkan sepenuhnya meskipun dalih pembangunan berkelanjutan sudah menggema
namun masih pada tataran retorika semata.
“Bumi
memiliki kulit dan kulit yang memiliki penyakit, salah satu penyakit yang
disebut manusia"
Friedrich
Nietzsche, Filsuf (1844-1900)
Lalu kapan
kesadaran kita akan pentingnya ekologi dan lingkungan akan timbul ? Karena
solusi dari semua permasalahan di atas adalah kesadaran bahwa kita tidak
mewarisi bumi ini dari nenek moyang kita, namun
kita hanya meminjamnya dari anak-anak kita.
LALU
KAPAN ?
“Hanya
ketika pohon terakhir telah mati dan sungai terakhir telah teracuni dan ikan
terakhir telah tertangkap akan kah kita menyadari bahwa kita tidak bisa makan
uang”
Komentar
Posting Komentar